Selasa, 09 Maret 2010

MENGAPA MANUSIA HARUS PESIMIS …???

Sewaktu kita katakana pada diri kita bahwa “semua itu memang harus terjadi” maka selanjutnya kita akan menerima sesuatu yang nyata adanya dan kita akan berpikir jauh untuk memberi manfaat apa yang sudah ada. Mungkin kita akan mengatakan : “Yang harus terjadi, terjadilah” dan mungkin kita tidak akan menuntut lagi apa yang sudah terjadi, kita akan menerimanya secara positif dan wajar. Tetapi, apakah kita setiap kali dapat berpikir seperti itu, dan apakah semua orang bisa?
Masalah-masalah yang sulit diterima akan menimbulkan ketegangan-ketegangan di dalam diri, akibatnya timbullah perasaan cemas, takut, perasaan tak menentu karena kurang beranni menghadapi kenyataan, dan akhirnya tumbul perasaan pesimis dalam dirinya.
Perasaan pesimis membuat seseorang merasa bahwa dirinya sudah tidak mempunyai kemampuan dan harapan lagi. Segala rasa: minder, takut, malu, rendah diri, dan pasrah menekan semangat hidup yang pernah dipunyainya. Perasaan tersebut diungkapkan dengan berbagai variasi, ada yang masih tergolong ringan, bahkan ada yang sangat jauh melebihi batas kewajaran.
Salah satu ungkapan rasa pesimis : “Selama ini aku merasa bahwa di dunia ini aku hanya merupakan benda yang harus terlempar dan terwujud begitu saja. Kenyataan ini semakin menyiksa batinku, seakan diriku terlempar ke sudut dunia yang sepi, sunyi, dan menakutkan. Diriku bukanlah jenis manusia seperti mereka yang bisa hidup dengan harapannya. Sebenarnya aku tak mau memandang sepele keadaanku. Aku benci, iri, dan ingin jauh di atas mereka, tapi …keadaan memaksaku untuk diam, menyepi, dan bingung. Seakan aku ini paling kecil, paling buruk, paling bodoh, dan tak ada harganya di hadapan mereka. Aku bingung kemana harus lari mengusir perasaan yang menghantui diriku ini. Terpaksa kutekan dan kupendam perasaan ini ke dasar hatiku. Tapi apakah selama ini aku tak cukup sabar? Segala sesuatu dihadapanku seakan-akan selalu menghina dan memandangku seperti seorang yang tak tahu apa-apa. Tapi toh aku bisa bertahan di atas kehampaan, yaaaaaa… hampa dari segala harapan, cita-cita dan perjuangan. Aku tetap bingung karena harus memilih diantara dua batas yang saling memberatkan. Aku adalah manusia yang setengah-setengah, tidak sepenuhnya pada satu jenis pilihan.
Menelusuri kata demi kata dari ungkapan di atas kita dapat mengatakan bahwa orang tersebut pribadinya banyak dibentuk oleh situasi perasaannya dalam menghadapi kenyataan yang ada. Ia mempunyai anggapan negative terhadap segala kenyataan yang terjadi , tak mempunyai gairah dan tak mempunyai kesadaran apa yang seharusnya dilakukan karena ia sendiri tak mengakui dan tak memahami bahkan tak mengenal dirinya sendiri. Ia tak menghendaki dan menolak kenyataan dirinya sendiri sehingga ia tak dapat menempatkan dirinya ke posisi sebenarnya. Kurang berani menghadapi kenyataan yang ada pada dirinya, menyebabkan ia menganggap dirinya rendah, tak berharga dan tak mempunyai arti diantara manusia lain sehingga ia takut melakukan sesuatu, menganggap orang lain sebagai musuh dan tugas sebagai beban; baginya lebih baik diam dan tak berbuat apa-apa atau sekalian mundur.
Kebiasaan diam dan tak berbuat apa-apa untuk melangkah ke depan mengakibatkan ia tak mempunyai usaha untuk mengkristalisasikan masa lalu dan masa sekarang dalam mengantisipasikan masa depan. Ia tak mempunyai rencana, proyek, tugas-tugas yang harus diselesaikan, dan akhirnya fakta yang telah ditolaknya sekarang dianggap sebagai takdir buruk baginya.
Perasaan yang telah merasuk jauh ke dalam benaknya mengakibatkan ia lupa atau tak sadar akan adanya potensi-potensi yang siap untuk diaktualisasikan. Ia merasa tak mampu melakukan sesuatu yang sesuai dengan kemampuannya, merasa ‘minder’ menghadapi kemajuan yang dimiliki orang lain, dan akhirnya potensinya terpendam dengan sia-sia.

2 komentar:

  1. hiii Vita... bagusss bnget tulisan kamu.. i love u......

    BalasHapus
  2. Vita,,, boleh kan tulisan kamu aku share ke temen2 group "Boleh curhattt apa ajja""...

    BalasHapus